Aku Kamu Yang Tak Lagi Menjadi Kita
Selamat hadir dalam
tulisan tak beretika ini lagi. Tak kusangka tulisan kemarin menjadi tulisan
awal dari akhir lembaran demi lembaran kita selama ini. Tak terbayangkan bahwa
usia pertama kita hanya berakhir sebegitu dininya akibat aku yang memutuskan menyerah
pada kita. Sungguh, aku berada pada posisi dimana jika aku maju aku akan
tersungkur dan jika aku mundur aku terjerembab. Terlalu kudramatisir memang.
Maaf untuk perdebatan
kita di tepi jalan kala itu. Kita berdebat amat hebat hingga tak tau waktu maupun
tempat. Kita berdebat sampai ujung mataku mengeluarkan bulir bulir air yang
kutahan susah payah. Aku menggantungnya terlalu lama dipelupuk mata kurasa. Kau
pasti tau bahwa aku sulit sekali menangis dimuka umum. Tapi saat itu berbeda. Disisi
yang lain, emosimu berada pada tahap tidak bisa ditahan lagi hingga 100 km/jam
kau pacu kendaraan memecah Jogja yang kala itu lengang tanpa hambatan.
Sekian bulan semenjak
keputusan berakhir, barulah semuanya baik. Bukan, hatiku saja yang baik.
Terbukti dengan adanya lagi tulisan ini. Kau taulah aku tak pandai mengungkapkan.
Menatap matamu saja aku gugup. Ah, kembali kepada tujuan awalku membawa namamu
kembali kesini.
Aku hanya ingin kamu
mengerti bahwa kau adalah laki-laki yang paling berarti. Hanya saja aku terlalu
takut untuk membayangkan bahwa aku akan terjatuh dalam lagi jika tetap bersih
keras berada pada jalur kita. Kamu taulah perbincangan kita hampir di tiap
malam sebelum kita pergi tidur. Selalu saja sama, selalu saja tanpa solusi. Aku
fikir berakhir disaat itu adalah waktu yang tepat. Semua kerumitan yang kita hadapi
terlalu berani berdiri sendiri dibandingkan dengan aku yang ke toilet saja
masih mengajak teman. Aku takut sendirian. Bukan, aku hanya takut terkunci di
dalam toilet tanpa ada satupun yang menyadari aku di dalamnya. Yaya, kembali ke
persoalan kamu dan aku yang kini bukan lagi menjadi kita. Terimakasih kuucapkan
untuk kekeraskepalaanmu mempertahankan kita sejauh yang tak kubayangkan. Ingat kata
seseorang bijak bahwa “Tuhan takkan
memberi apa yang bukan menjadi hak kita”. Anggap saja saat ini, kamu bukan
hakku ataupun sebaliknya. Mungkin saja di masa depan nanti kita akan bertemu
kembali, baik dengan status masih sendiri atau sudah bersama yang lain. Biar waktu
menunjukkan jalanmu dan jalanku. Biar kita memperbaiki masing-masing dari diri
kita saat ini. Dan biar Tuhan merencanakan segala yang terbaik untuk aku serta
kamu dimasa depan.
Salam,
Via
Comments
Post a Comment